Silsilah Amalan Hati(sambungan).....

Jumaat, 3 Julai 2009
BERSYUKUR DENGAN HATI

Bersyukur dengan hati menuntut pengeta¬huan hati dengan cara meyakini bahawa Allahlah yang telah memberikan segala macam nikmat yang dirasakannya. Kebanyakan manusia hanya mahu berterima kasih kepada perantara, tetapi tidak mahu berterima kasih kepada sumbernya. Kaedah ini penting dalam mendidik anak-anak, iaitu memperkenalkan kepada mereka dari mana datangnya semua nikmat yang ada.

“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepa¬damu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan dari bumi. Tidak ada tuhan (yang berhak disem¬bah) selain Dia; maka mengapakah kamu ber¬paling (dari ketauhidan)?” (QS. Faathir (35): 3)
“Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah.” (QS. An-Nahl (16): 72)


Permulaan nikmat ialah nikmat diciptakan dan dilahirkan di dunia, sedang menunggu-nunggu datangnya nikmat dan mengenalnya merupakan tahap yang pertama untuk bersyukur. Banyak ayat tentang menghitung-hitung berbagai perkara nikmat agar manusia dapat mengetahui bahawa nikmat itu sangat banyak sehingga dia menge¬tahui bahawa banyaknya nikmat itu tidak terhitung jumlahnya.

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidak¬lah kamu dapat mengirakannya.” (QS. Ibrahim (14): 34)

Akan tetapi, telah disebutkan kepada kita berkaitan dengan nikmat ini pelbagai hal yang bersifat cabang dan yang bersifat dasar. Yang ber¬sifat cabang dapat dikembalikan pada dasarnya, seperti sihat adalah nikmat yang dasar, sedangkan cabang darinya ialah seperti berjalan kaki, bekerja, bersukan, tidur, makan, minum, dan bermusafir. Manakala harta, waktu, dan ilmu, semuanya itu juga adalah nikmat yang dasar.

Namun demikian, anda boleh juga menggabungkan setiap nikmat itu ke dalam kelompok nikmat lain yang sejenis dan hampir dengannya. Allah telah memberi nikmat kepada kita sebagai makhluk-Nya selepas diciptakan dan diwujudkan, kemudian nikmat menjadi keturunan Adam a.s. Allah juga telah memberi nikmat kepada kita sebagai kaum muslimin selepas nikmat hidayah dan iman serta nikmat pendidikan yang dapat mengangkat martabat seseorang dari satu darjat ke darjat yang lain, menuntut ilmu dari satu cabang ke cabang yang lain sehingga mencapai tahap yang sempurna. Dan selebihnya itu adalah nikmat kenabian bagi orang-orang yang dipilih oleh Allah, orang-orang shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang soleh.

Sesungguhnya pemecahan berbagai macam nikmat di kalangan masyarakat merupakan hal yang sangat penting dimana ianya termasuk dalam tugas dakwah. Allah s.w.t mengkhususkan hal ini kepada keturunan Adam kerana Dia telah menciptakan¬nya dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya ketika Dia berkhithab kepada iblis:

“yang telah Kuciptakan langsung dengan tangan (kekuasaan)-Ku sendiri.” (QS. Shaad (38): 75)

Maka manusia itu adalah makhluk Allah yang sempurna dan dimuliakan oleh-Nya. Oleh kerana itulah, Allah menyebutkan berbagai jenis nik¬mat-Nya kepada mereka seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat berikut:

“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin?” (QS. Luqman (31): 20)
“dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu.” (QS. Al-Baqarah (2): 22)
“dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menunduk¬kan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidak¬lah kamu dapat mengirakannya. Sesungguh¬nya manusia itu sangat zalim dan sangat meng¬ingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim (14): 32-34)


Dalam surat An-Nahl Allah s.w.t menyebutkan berbagai macam nikmat-Nya, seperti yang terdapat dalam ayat-ayat berikut:

“Dan Dialah Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar (ikan) dan kamu mengeluar¬kan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari kurnia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. Dan Dia menusukkan gunung-gunung di bumi supa¬ya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk, dan Dia ciptakan tanda-tanda (penunjuk jalan). Dan dengan bin¬tang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa), maka mengapa kamu tidak mengambil berat? Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, nescaya kamu tak dapat menentu¬kan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl (16): 14-18)

“Dan Allah menjadikan bagimu tempat berna¬ung dari apa yang telah Dia ciptakan, dan Dia jadikan bagimu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung, dan Dia jadikan bagimu pakaian yang memeliharamu dari panas dan pakaian (baju besi) yang memelihara kamu dalam peperangan. Demikianlah Allah menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu berserah diri (kepada-Nya).” (QS. An-Nahl (16): 81)

“Mereka telah merasa memberi nikmat kepada¬mu dengan keislaman mereka. Katakanlah: ‘Janganlah kamu merasakan telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu. Sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepada¬mu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.’” (QS. Al-Hujuraat (49): 17)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuredhai Islam itu jadi agamamu.” (QS. Al-Maa-idah (5): 3)


Dari nikmat hidayah terjadilah nikmat ke¬amanan, ketenangan, lenyapnya semua kesulitan, keampunan, rahmat, keberkatan, kemudahan, dan rezeki yang luas.
Dan memang di antara tujuan dan saranan dakwah menuntut kita untuk membincangkan tentang nikmat-nikmat Allah kepada orang-orang yang kita seru agar dapat menyedarkan mereka untuk bersyukur kepada-Nya.
“Sesungguhnya Allah mempunyai kurnia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (QS. Al-Baqarah (2): 243)

Sebahagian orang ada yang mengarah pada hal-hal yang pelik dalam mentafsirkan nikmat atau menisbatkannya kepada sumber yang batil atau bukan kepada sumber yang sebenarnya, seperti yang telah dilakukan oleh Qarun pada saat dia menye¬but nikmat Allah yang telah diperolehinya, lalu ia mengatakan sebagaimana yang telah diceritakan melalui firman-Nya:
“Sesungguhnya aku diberi harta itu disebabkan oleh ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashash (28): 78)

Keangkuhannya menyebabkan dia teperdaya sehingga menisbatkan nikmat bukan kepada yang telah memberinya, dan yang berbuat demikian hanyalah orang-orang yang celaka. Padahal Allah s.w.t telah berfirman sehubungan dengan hal ini melalui ayat-ayat berikut:
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allahlah (datangnya).” (QS. An-Nahl (16): 53)
“Maka hendaklah manusia memerhatikan daripada apakah dia diciptakan?” (QS. Ath-Thaariq (86): 5)
“maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.” (QS. ‘Abasa (80): 24)
“Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?” (QS. Al-Waaqi‘ah (56): 69)
“dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyim¬pannya.” (QS. Al-Hijr (15): 22)
“maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum, kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Kalau Kami kehendaki, nescaya Kami jadikan dia masin, maka mengapakah kamu tidak ber¬syukur?” (QS. Al-Waaqi‘ah (56): 68-70)

BERSYUKUR DENGAN LISAN

Lisan seseorang merupakan cara untuk mengungkapkan apa yang terkandung di dalam hatinya. Apabila hati seseorang penuh dengan rasa bersyukur kepada Allah, maka dengan sendiri¬nya lisannya akan sentiasa mengucapkan puji dan syukur kepada-Nya. Oleh yang sedemikian renungkanlah zikir-zikir yang biasa diucapkan oleh Nabi s.a.w. berupa pujian dan syukur kepada Allah Tuhan semesta alam.

1. Adalah Nabi s.w.t apabila bangun dari tidurnya mengucapkan do‘a-do‘a berikut:
Al-hamdu lillaahil ladzii ahyaanaa ba‘da maa amaatanaa wa ilaihin nusyuur.
“Segala puji hanyalah milik Allah yang telah menghidupkan (membangunkan) kami sesudah mematikannya (menidurkannya) dan hanya kepada-Nyalah kami akan dibangkitkan.” (HR. Bukhari)
Al-hamdu lillaahil ladzii ‘aafaanii fii jasadii wa rodda ‘alayya ruuhii wa adzina lii bi dzikrih.“Segala puji hanyalah milik Allah yang telah memberikan kesihatan pada tubuhku dan mengembalikan rohku serta mengizinkan diriku untuk berzikir kepada-Nya.” (HR. Tirmidzi)

2. Apabila membaringkan tubuh di atas tempatnya untuk tidur, baginda mengucapkan do‘a berikut:
Al-hamdu lillaahil ladzii ath‘amanaa wa saqoonaa wa aawaanaa fakam mimman laa kaafiya lahu wa laa mu’wiya’.
“Segala puji hanyalah milik Allah yang telah memberi kami makan dan minum serta tempat untuk bernaung, kerana banyak orang yang tidak mempunyai kecukupan dan tidak pula tempat untuk bernaung.” (HR. Muslim)

3. Di antara zikir yang sering dibaca oleh Nabi s.a.w. pada waktu pagi dan petang ialah:
Alloohumma maa ashbaha bii min ni‘matin au bi ahadin min kholqika fa minka wahdaka laa syarika laka falakal hamdu wasy syukru.
“Ya Allah, nikmat apa pun yang aku dapatkan pada pagi hari atau didapatkan oleh seseorang dari makhluk-Mu, semuanya hanya berasal dari-Mu semata; tiada sekutu bagi-Mu, maka hanya milik-Mulah segala puji dan syukur.” (HR. Ibnu Hibban)
Barang siapa yang membacanya pada pagi hari, bererti dia telah menunaikan ungkapan rasa syukur malam harinya.

4. Do‘a berikut disebut penghulu istighfar kerana di dalamnya terkandung ungkapan berikut:
Abuu-u laka bi ni‘matika ‘alayya wa abuu-u laka bi dzanbii.
“Aku mengakui semua nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan aku mengakui pula se¬mua dosa yang telah kulakukan.” (HR. Bukhari)
Ungkapan ini merupakan pengakuan memperolehi nikmat dan pengakuan lalai dari mensyukuri nikmat yang bererti melakukan dosa.

5. Semua do‘a yang dipanjatkan dimulai dengan mengucapkan pujaan dan pujian kepada Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya.

6. Demikian pula setiap kali melakukan khutbah Jum‘at, khutbah nikah, atau akan mengerja¬kan urusan yang penting, semuanya dimulai dengan bacaan hamdalah.

7. Membaca do‘a Iftitah dimulai pula dengan bacaan hamdalah, yaitu:
Alloohu akbar kabiirow wal hamdu lillaahi katsiiro wa subhaanalloohi bukrota wa ashiilaa.“Allah Mahabesar dengan sebesar-besarnya, dan segala puji hanyalah bagi Allah dengan pujian yang sebanyak-banyaknya dan Mahasuci Allah di setiap pagi dan petang.” (HR. Muslim)
Surat Al-Fatihah dimulai dengan membaca ham¬dalah, dan do‘a selepas ruku’ dimulai dengan bacaan:
Robbanaa wa lakal hamdu.
“Wahai Tuhan kami, hanya bagi-Mulah segala puji.” (HR. Bukhari)
Begitu pula zikir-zikir yang diucapkan selepas salam dan juga dalam do‘a Tahajjud, iaitu:
Alloohumma lakal hamdu anta nuurus samawaati wal ardhi wa min fiihinn.
“Ya Allah, hanya bagi-Mulah segala puji. Engkau adalah cahaya langit, bumi, dan semua makhluk yang ada pada keduanya.” (HR. Bukhari)

8. Hamdalah dibaca pula selepas makan, minum, setelah ditanyakan mengenai keadaan, hendak bermusafir, atau selepas bersin.

9. Setiap saat Nabi s.a.w sentiasa mengucapkan pujian kepada Tuhannya, baik pada malam hari mahupun siang hari, dan di setiap bacaan hamdalah terdapat pahala sedekah.
Di tengah malam telapak tangan ‘Aisyah menyentuh telapak kaki Nabi s.a.w. yang sedang sujud dengan menegakkan kedua telapak kakinya lalu mengucapkan do‘a berikut:
Alloohumma innii a‘uudzu bi ridhooka min sakho¬thika wa bimu‘aafaatika min ‘uquubatika wa bika minka laa uhshii tsanaa-an ‘alaika anta kamaa atsnaita ‘alaa nafsika.
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada redha-Mu dari murka-Mu, dan aku berlindung kepada kemaafan-Mu dari hukuman-Mu; hanya Engkaulah yang dapat menghindarkan semua¬nya, kerana semuanya itu berasal dari Engkau semata-mata. Aku tidak dapat memuji-Mu sebagai¬mana layaknya kerana hanya Engkaulah yang dapat melakukan seperti apa yang Engkau pujikan atas diri-Mu sendiri.” (HR. Bukhari)
Rasulullah s.a.w pernah bersabda kepada Mu‘adz r.a:
“Hai Mu‘adz, sesungguhnya aku suka kepada¬mu bila kamu tidak lupa membaca do‘a berikut usai mengerjakan setiap solatmu, iaitu: ‘Alloo¬humma a‘innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika.’” (Ya Allah, bantulah aku untuk selalu dapat memuji dan bersyukur kepada-Mu serta beribadah kepada-Mu dengan baik.) (HR. Nasa’i)

BERSYUKUR DENGAN SEMUA ANGGOTA TUBUH

Yang dimaksud dengan semua anggota tubuh adalah yang selain hati dan lisan. Tiada suatu amal ketaatan dan amal ibadah pun yang dilaku¬kan oleh anak Adam, melainkan di dalamnya terkandung ungkapan syukur di atas segala nikmat yang telah dikurniakan oleh Allah s.w.t. Kesimpulannya bersyukur dengan semua anggota tubuh adalah mengerjakan amal soleh, lebih-lebih lagi di saat seorang hamba telah mencapai usia empat puluh tahun, sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
“sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun, ia berdo‘a: ‘Ya Tuhan¬ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapaku dan supaya aku dapat berbuat amal soleh yang Engkau redhai.’” (QS. Al-Ahqaaf (46): 15)
Dalam ayat ini disebutkan bahawa permintaan kepada Allah agar dapat melakukan amal soleh diutarakan selepas permintaan memohon taufiq supaya boleh mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Maka dapat disimpulkan bahawa bersyukur itu tidak cukup hanya dilakukan dengan lisan semata-mata.
Di antara saranan yang dapat membantu seorang hamba untuk bersyukur dengan semua anggota tubuhnya adalah Hadith berikut:
“Setiap anak Adam pada pagi harinya, pada setiap anggota tubuh dan persendian tulangnya dibebankan untuk bersedekah.”
Maka bagaimanakah caranya agar dia dapat menunaikan syukur di atas 360 ruas persendian tulangnya? Setiap pujian adalah sedekah; setiap tahlil adalah sedekah; amar ma‘ruf adalah sedekah; dan menyingkirkan duri di tengah jalan adalah sedekah, sementara jumlah ruas persendian tulangnya ada 360 buah. Apabila seseorang dapat mensyukuri semuanya itu, bererti pada petang harinya dia telah dijauhkan dari neraka.
Jalan untuk bersedakah itu banyak. Ibnu Rajab telah menghimpunkannya di dalam Kitab Syarah Arba‘in Nawawinya melalui ungkapan bahawa sedekah badaniyah dapat dilakukan melalui ahli persatuan, seperti mengajarkan ahli persatuan latihan, memberikan pertolongan kepada orang bisu, mengajar, dan menggunakan waktu atau jabatan untuk menolong orang lain, dan sebagainya. Sebagai contohnya, Dzul Qarnain telah mengajarkan satu bangsa untuk membuat benteng untuk melindungi mereka dari serangan musuh-musuh mereka.
Ini bermaksud ialah bahawa seorang muslim diwajibkan untuk bersyukur kepada Allah melalui semua anggota tubuhnya dengan berbagai macam sedekah. Setiap kebajikan itu adalah sedekah, tetapi tidak cukup hanya dila¬kukan sehari saja, sedang pada hari yang lainnya tidak.
Berkenaan dengan bersyukur (berterima kasih) kepada orang lain, sebenarnya tidak bertentangan dengan bersyukur kepada Allah, kerana sesungguhnya Allah s.w.t sendiri telah memerintahkan kepada kita untuk berterima kasih kepada orang lain. Allahlah yang telah membimbing kita untuk berterima kasih kepada orang lain apabila mereka berbuat baik kepada kita. Kita harus membalas kebaikan mereka dan yang paling utama dalam hal ini adalah membalas kebaikan kedua orang tua.
“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapamu.” (QS. Luqman (31): 14)
Dalam sebuah Hadith telah disebutkan:
“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak berterima kasih kepada orang lain.” (HR. Abu Dawud)
Berterima kasih kepada sesama makhluk sebenarnya tidak bertentangan dengan bersyukur kepada Allah. Akan tetapi, yang menjadi masalah ialah apabila seseorang berterima kasih kepada makhluk, sementara dia tidak bersyukur kepada Allah yang telah menciptakannya, ini adalah musibah.
Memang wujud perbezaan di antara bersyukur ke¬pada sesama hamba dan bersyukur kepada Tuhan.
Bersyukur kepada Tuhan bermaksud tunduk, patuh, dan menyembah-Nya, sedangkan bersyukur kepada sesama hamba, hal ini tidak boleh dilakukan, kerana sudah jelas kita tidak boleh menyembahnya, melainkan memba¬lasnya dengan memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih kepadanya, lalu mendo‘akannya dan memuji sikapnya.
Bersyukur kepada Allah berbeza pula dengan bersyukur kepada sesama manusia yang dipandang dari segi penghambaan diri, darjat, dan berbagai jenis ketaatan yang harus dilakukan kepada-Nya. Namun demikian, seseorang yang tidak ber¬terima kasih atas kebaikan orang lain termasuk manusia yang tercela, dan sudah pastinya apabila dia tidak mahu bersyukur kepada Allah s.w.t.
Nikmat semakin bertambah apabila disyukuri dan mensyukuri nikmat akan membuatnya terpelihara dari kehilangan.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim (14): 7)
Dalam ayat lain berkenaan dengan nikmat ini disebutkan oleh firman-Nya:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikurniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak daripada sebahagian yang lain. (Kerana) bagi orang lelaki ada di bahagikan dari apa yang mereka usahakan dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usa¬hakan, dan mohonlah kepada Allah sebahagian dari kurnia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Menge¬tahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa’ (4): 32)

0 luah rasa:

Catat Ulasan